Rasulullah Mencoret 7 Kata Pada Maret 628 M (zulqa'dah 6H) |
Sepotong sejarah penting dari banyak kisah perjalanan Islam periode awal adalah perjanjian hudaibiyah. Peristiwa ini tidak hanya menggambarkan ketegangan militer antara umat Islam dan musyrikin Quraisy tapi juga jejak diplomasi Rasulullah SAW.
Kesepakatan yang juga dikenal dengan sebutan ”shulhul hudaibiyah” tersebut bermula dari rencana sekitar 1400 pengikut Rasulullah untuk menunaikan ibadah haji. Kaum musyirikin tidak rela. Mereka berupaya menghalangi pintu masuk kota Mekah dengan kekuatan militer yang cukup besar.
Rasulullah yang tidak menginginkan peperangan pun lantas mengambil jalur perundingan. Hasilnya, pada bulan Maret 628 M atau Dzulqaidah 6 H, perjanjian hudaibiyah diputuskan. Hanya saja, Nabi sempat diprotes untuk sebagian redaksi pembuka perjanjian yang diusulkannya, sebagaimana diterangkan kitab Hayatus Shahabat.
”Tulislah bismillahirrahmanirrahim (atas nama Allah yang maha rahman lagi maha rahim),” perintah Nabi kepada juru tulisnya, Ali bin Abi Thalib.
”Ar-Rahman? Aku tak mengenal dia,” sahut seorang perwakilan musyrikin Quraisy, Suhail bin Amr, memberontak. ”Tulis saja bismika allahumma seperti biasanya!”
Umat Islam yang menyaksikan proses perundingan tidak terima dengan protes ini. Mereka mengotot akan tetap mencantumkan lima kata yang sangat dihormati itu (bi, ism, allah, ar-rahman, ar-rahim).
”Tulis saja bismika allahumma,” Nabi menenangkan.
Nabi kemudian menyambung, ”Tulis lagi, hadza ma qadla ’alaih muhammad rasulullah (Inilah ketetapan Muhammad rasulullah).”
”Sumpah, seandainya kami tahu Engkau adalah rasulullah (utusan Allah), kami tak akan menghalangimu mengunjungi Ka’bah. Jadi tulis saja Muhammad bin Abdullah,” Suhail kembali memprotes.
”Sungguh aku adalah rasulullah meskipun Kalian mengingkarinya.” Akhirnya Nabi mengabulkan tuntutan musyrikin Quraisy untuk mencoret dua kata lagi, rasul dan allah. ”Tulislah Muhammad bin Abdullah saja,” pintanya kemudian.
Menghindari pertikaian dan pertumpahan darah adalah sikap yang dijunjung tinggi Rasulullah. Perdamaian menjadi prioritas tujuan hidup, meski isi kesapakatan "mengurangi" kebesaran nama agama pada tataran simbolis.
Penggalan sejarah ini megingatkan kita pada sejarah penyusunan asas Pancasila. Demi persatuan dan kerukunan bangsa Indonesia, Piagam Jakarta yang memuat butir sila pertama ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” akhirnya diubah. Mayoritas umat Islam Tanah Air menyepakati pencoretan tujuh kata dalam butir itu sehingga menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
WALLAHU A'LAM
0 Response to "Rasulullah Mencoret 7 Kata Pada Maret 628 M (zulqa'dah 6H)"
Posting Komentar